Pertanyaan:
Saya memiliki piutang kepada seseorang. Ketika aku ke rumahnya untuk menagih utang, aku minum kopi yang disuguhkan kepadaku. Apakah kopi ini berstatus riba bagiku?
Jawaban:
Disebutkan bahwa pada saat Abu Hanifah menagih utangnya kepada seorang pengusaha, beliau tidak mau duduk bernaung di bawah atap rumah orang tersebut. Tatkala hal ini ditanyakan kepada beliau, jawaban beliau, ‘Setiap utang yang menghasilkan manfaat, maka manfaat tersebut adalah riba. Aku tidak ingin piutangku menghasilkan manfaat ini’.
Ungkapan yang dibawakan oleh Imam Abu Hanifah di atas bukanlah sabda Nabi namun ungkapan tersebut adalah kaidah fikih yang benar. Ungkapan tersebut dikatakan oleh sejumlah tabiin di antaranya adalah Qatadah sebagaimana diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam al Mushonnaf. Jadi semua utang piutang yang membuahkan manfaat maka manfaat tersebut adalah harta yang haram karena transaksi utang piutang itu tidak boleh menghasilkan manfaat karena transaksi utang piutang itu ibadah dan ketaatan.
Disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban bahwa siapa saja yang memberikan utangan tanpa meminta riba, maka dia terhitung bersedekah dengan separo dari total uang tersebut. Jika kita memberi pinjaman uang kepada seseorang sebesar Rp 100. 000,-, lalu uang tersebut pun sudah dikembalikan sebesar Rp 100 000, -, maka kita terhitung bersedekah sebesar Rp 50. 000,-. Jadi pahala utang tanpa bungan itu separo pahala bersedekah dengan sejumlah uang yang diutangkan. Karena transaksi utang piutang itu ibadah, maka tidak diperbolehkan mendapatkan ‘upah’ dunia karena beribadah.
Minum secangkir kopi di tempat orang yang memiliki utang kepada kita atau dikirimi hadiah oleh orang yang berutang kepada kita hukumnya perlu mendapatkan rincian:
Pertama, jika hadiah itu dikarenakan kita meminjamkan uang kepadanya, maka hadiah tersebut tidak boleh diterima alias riba.
Kedua, jika sejak dulu kita sudah memiliki hubungan baik dengan orang tersebut lantas kita pergi ke rumahnya lalu dia pun menyuguhkan sesuatu yang akan dia berikan meski dia tidak sedang berutang kepadanya. Hadiah semacam ini hukumnya boleh. Secangkir kopi di zaman ini tidaklah memberi pengaruh pada transaksi utang piutang karena suguhan semacam itu tergolong suguhan untuk tamu yang standar di zaman ini. Buktinya andai Anda tidak memiliki piutang kepadanya lantas Anda bertamu ke rumah orang tersebut, maka Anda akan mendapatkan secangkir kopi tersebut. Sehingga secangkir kopi tersebut hukumnya tidaklah haram jadi tidak mengapa meminumnya.
Hadiah yang haram adalah hadiah yang diberikan sebelum pelunasan utang karena kita terlibat transaksi utang piutang dengannya. Jika kita memberi utangan kepada seseorang lantas orang tersebut melunasi utangnya dan orang tersebut mengenang kebaikan kita kepadanya sehingga setelah dia melunasi utangnya dia ingin memberi hadiah kepada kita, maka tindakan semacam ini hukumnya tidak mengapa. Dalam hadis yang shahih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من صنع إليكم معروفاً فكافئوه
“Jika ada orang yang berbuat baik kepadamu maka balaslah kebaikannya.”
Bentuk minimal dari membalas kebaikan adalah ucapan terima kasih. Jika ada orang yang berbuat baik kepada kita, maka kita wajib membalas kebaikan yang dia berikan. Bentuk minimal dari balasan ini adalah ucapan jazakallahu khoiron, barakallahu fikum atau kalimat semisalnya. Hal ini hukumnya adalah wajib.
Jika kita tambahi ucapan terima kasih kita setelah utang kita lunasi dengan hadiah tertentu hukumnya tidak mengapa. Akan tetapi jika hadiah ini diharuskan dalam transaksi utang piutang tersebut baik pengharusan dilakukan secara terang-terangan ataupun telah menjadi syarat tidak tertulis maka hadiah ini hukumnya adalah riba. (Fatawa Syaikh Masyhur Hasan alu Salman)
Sumber gambar: sxc.hu
Artikel wwww.PengusahaMuslim.com